Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab I’tikaf

Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab I’tikaf
Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab I’tikaf


Syarah Kitab Al-Ghayah wa At-Taqrib Matan Abu Syuja telah diberikan penjelasan (syarah) oleh para ulama, salah satunya adalah kitab Fathul Qarib al-Mujib atau al-Qaulul Mukhtar fi Syarah Ghayah al-Ikhtishar karya Syaikh Muhammad bin Qasim al-Ghazziy (918 H / 1512 M). Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Qasim bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazi al-Qahiri as-Syafi'i. Beliau lebih dikenal dengan "Ibn al-Gharabili". Beliau lahir di bulan Rajab 859 H/1455 M di Gaza, Palestina dan di kota inilah beliau memulai kehidupan. Tepatnya pada hari Rabu, 6 Muharram 918 H/1512 M beliau wafat.

Dalam kitab fathul qorib al-mujib ini dibahas tentang fiqih Mazhab Imam Syafi'i terdiri dari muqaddimah dan pembahasan ilmu fiqih yang secara garis besar terdiri atas empat bagian, yaitu tentang cara pelaksanaan ibadah, muamalat, masalah nikah, dan kajian hukum Islam yang berbicara tentang kriminalitas atau jinayat

berikut Terjemah Bab I’tikaf Kitab Fathul Qorib teks arab berharakat disertai translate arti bahasa indonesia

Bab I’tikaf

(فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ الْاِعْتِكَافِ

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum i’tikaf.

وَهُوَ لُغَةً الْإِقَامَةُ عَلَى الشَّيْئِ مِنْ خَيْرٍ أَوْ شَرٍّ وَشَرْعًا إِقَامَةٌ بِمَسْجِدٍ بِصِفَةٍ مَخْصُوْصَةٍ

I’tikaf secara bahasa adalah menetapi sesuatu yang baik atau jelek. Dan secara syara’ adalah berdiam diri di masjid dengan sifat tertentu.

(وَالْاِعْتِكَافُ سُنَّةٌ مُسْتَحَبَّةٌ) فِيْ كُلِّ وَقْتٍ

I’tikaf hukumnya sunnah yang dianjurkan di setiap waktu.

وَهُوَ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ أَفْضَلُ مِنْهُ فِيْ غَيْرِهِ لِأَجْلِ طَلَبِ لَيْلَةِ الْقَدَرِ

I’tikaaf di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan itu lebih utama daripada i’tikaf di selain hari tersebut, karena untuk mencari Lailatul Qadar.

وَهِيَ عِنْدَ الشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مُنْحَصِرَةٌ فِيْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Menurut imam asy Syafi’i radliyallahu ‘anh, Lailatul Qadar hanya berada di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.

فَكُلُّ لَيْلَةٍ مِنْهُ مُحْتَمِلَةٌ لَهَا لَكِنْ لَيَالِي الْوِتْرِ أَرْجَاهَا

Setiap malam dari malam-malam tersebut mungkin terjadi Lailatul Qadar, akan tetapi di malam-malam yang ganjil itu lebih diharapkan.

وَأَرْجَى لَيَالِي الْوِتْرِ لَيْلَةُ الْحَادِيْ أَوِ الثَّالِثِ وَالْعِشْرِيْنَ

Malam-malam ganjil yang paling diharapkan adalah malam dua puluh satu atau dua puluh tiga.


Syarat I’tikaf

(وَلَهُ) أَيْ لِلْاِعْتِكَافِ الْمَذْكُوْرِ (شَرْطَانِ)

I’tikaf yang telah dijelaskan di atas memiliki dua syarat.

أَحَدُهُمَا (النِّيَةُ) وَيَنْوِيْ فِي الْاِعْتِكَافِ الْمَنْذُوْرِ الْفَرْضِيَّةَ أَوِ النَّذْرَ

Salah satunya adalah niat. Di dalam i’tikaf nadzar, dia harus niat fardlu atau niat nadzar.

(وَ) الثَّانِي (اللَّبْثُ فِي الْمَسْجِدِ)

Yang kedua adalah bertempat di masjid.

وَلَا يَكْفِيْ فِي اللَّبْثِ قَدْرُ الطُّمَأْنِيْنَةِ بَلِ الزِّيَادَةُ عَلَيْهِ بِحَيْثُ يُسَمَّى ذَلِكَ اللَّبْثُ عُكُوْفًا

Di dalam bertempat, tidak cukup hanya sebatas kira-kira waktu thuma’ninah, bahkan harus ditambah sekira diamnya tersebut dinamakan berdiam diri.


Syarat Orang Yang I’tikaf

وَشَرْطُ الْمُعْتَكِفِ إِسْلَامٌ وَعَقْلٌ وَنِقَاءٌ عَنْ حَيْضٍ وَنِفَاسٍ وَجِنَابَةٍ

Syarat orang yang i’tikaf adalah harus Islam, berakal, suci dari haidl, nifas dan jinabah.

فَلَايَصِحُّ اعْتِكَافُ كَافِرٍ وَمَجْنُوْنٍ وَحَائِضٍ وَنُفَسَاءَ وَجُنُبٍ

Maka tidak syah i’tikaf yang dilakukan oleh orang kafir, gila, haidl, nifas, dan orang junub.

وَلَوِ ارْتَدَّ الْمُعْتَكِفُ أَوْ سَكَرَ بَطَلَ اعْتِكَافُهُ

Jika orang yang melakukan i’tikaf murtad atau mabuk, maka i’tikafnya menjadi batal.


Tata Cara I’tikaf

(وَلَا يَخْرُجُ) الْمُعْتَكِفُ (مِنَ الْاِعْتِكَافِ الْمَنْذُوْرِ إِلاَّ لِحَاجَةِ الْإِنْسَانِ) مِنْ بَوْلٍ وَغَائِطٍ وَمَا فِيْ مَعْنَاهُمَا كَغُسْلِ جِنَابَةٍ

Orang yang melakukan i’tikaf nadzar tidak diperbolehkan keluar dari i’tikafnya kecuali karena ada kebutuhan manusiawi seperti kencing, berak, dan hal-hal yang semakna dengan keduanya seperti mandi jinabah.

(أَوْ عُذْرٍ مِنْ حَيْضٍ) أَوْ نِفَاسٍ فَتَخْرُجُ الْمَرْأَةُ مِنَ الْمَسْجِدِ لِأَجْلِهِمَا

Atau karena udzur haidl atau nifas. Maka seorang wanita harus keluar dari masjid karena mengalami keduanya.

(أَوْ) عُذْرٍ مِنْ (مَرَضٍ لَا يُمْكِنُ الْمُقَامُ مَعَهُ) فِي الْمَسْجِدِ

Atau karena udzur sakit yang tidak mungkin berdiam diri di dalam masjid.

بِأَنْ كَانَ يَحْتَاجُ لِفُرُشٍ وَخَادِمٍ وَطَبِيْبٍ أَوْ يَخَافُ تَلْوِيْثَ الْمَسْجِدِ كَإِسْهَالٍ وَإِدْرَارِ بَوْلٍ

Semisal dia butuh terhadap tikar, pelayan, dan dokter. Atau dia khawatir mengotori masjid seperti sedang sakit diare dan beser.

وَخَرَجَ بِقَوْلِ الْمُصَنِّفِ لَا يُمْكِنُ إِلَخْ الْمَرَضُ الْخَفِيْفُ كَحُمًى خَفِيْفَةٍ فَلَا يَجُوْزُ الْخُرُوْجُ مِنَ الْمَسْجِدِ بِسَبِبِهَا

Dengan ungkapan mushannif “tidak mungkin bertempat di masjid” hingga akhir perkataan beliau, mengecualikan sakit yang ringan seperti demam sedikit, maka tidak diperkenankan keluar dari masjid disebabkan sakit tersebut.


Hal-Hal Yang Membatalkan I’tikaf

(وَيَبْطُلُ) الْاِعْتِكَافُ (بِالْوَطْءِ) مُخْتَارًا ذَاكِرًا لِلْاِعْتِكَافِ عَالِمًا بِالتَّحْرِيْمِ

I’tikaf menjadi batal sebab melakukan wathi atas kemauan sendiri dalam keadaan ingat bahwa sedang melakukan i’tikaf dan tahu terhadap keharamannya.

وَأَمَّا مُبَاشَرَةُ الْمُعْتَكِفِ بِشَهْوَةٍ فَتُبْطِلُ اعْتِكَافَهُ إِنْ أَنْزَلَ وَإِلَّا فَلاَ .

Adapun bersentuhan kulit disertai birahi yang dilakukan oleh orang yang melakukan i’tikaf, maka akan membatalkan i’tikafnya jika ia sampai mengeluarkan sperma. Jika tidak, maka tidak sampai membatalkan.


Posting Komentar untuk "Terjemah Kitab Fathul Qorib Bab I’tikaf"